Selasa, 30 Mei 2023

MENGENAL BERAS ANALOG SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI BERAS BIASA

 

Tidak dapat dipungkiri, mayoritas masyarakat Indonesia masih menjadikan beras sebagai primadona sebagai makanan pokok. Masyarakat Indonesia kebanyakan masih memiliki pemikiran belum makan apabila belum makan nasi. Hal ini membuat program diversifikasi pangan yang telah dijalankan sejak tahun 1975, atau hampir 5 dekade sampai saat ini belum tampak nyata hasilnya.

Ketergantungan ini membuat kuantitas kebutuhan beras Indonesia semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Berdasarkan data dari BPS, konsumsi beras penduduk Indonesia rata-rata 1,57 kg per orang per minggu di tahun 2017, turun dari 1,67 kg/kapita/minggu di tahun 2016. Konsumsi beras ini terus menurun sampai 1,374 kg/kapita/minggu di tahun 2019. Namun, ketika pandemik melanda, konsumsi beras naik ke 1,369 kg/kapita/minggu, dan terus bertambah menjadi 1,451 kg/kapita/minggu di tahun 2022.

Meskipun Pemerintah telah lama menggaungkan program diversifikasi pangan, namun kebutuhan masyarakat terhadap beras sebagai pangan pokok masih sulit tergantikan. Selama ini, olahan pangan non beras hanya sebagai tepung,untuk diolah menjadi panganan, kue atau jajanan. Belum ada upaya serius yang nyata untuk membuat olahan pangan non beras menjadi makanan makanan pokok pengganti beras. Padahal, Indonesia kaya akan sumber karbohidrat lain yang tidak kalah lezat dan kaya manfaat. Pemerintah juga mencanangkan program gizi seimbang, yaitu mengkonsumsi pangan beragam tidak pada satu jenis atau bahan pangan tertentu saja.

Terdapat beberapa alasan mengapa program diversifikasi pangan belum berjalan sesuai harapan. Diantaranya karena citarasa nasi yang dianggap enak meskipun tanpa lauk, mudah dalam pengolahannya, dan yang terpenting beras banyak tersedia dengan harga yang cukup stabil.

Untuk membuat upaya yang serius mencari alternatif pangan pokok pengganti beras, dibutuhkan suatu produk olahan yang memiliki karakteristik seperti beras (sifat dan tekstur), sehingga dapat menjadi alternatif makanan pokok tanpa membuat perubahan besar dalam tradisi makan masyarakat.

Salah satu hasil penelitian mencari alternatif pangan pokok selain beras adalah membuat beras analog. Pengembangan beras analog merupakan salah satu usaha untuk mendukung program diversifikasi pangan masyarakat. Istilah beras analog mungkin masih terdengar asing di telinga banyak orang. Beras analog adalah beras yang diolah dari bahan non-padi yang memiliki kandungan karbohidrat hampir sama atau lebih dari beras. Dengan demikian, beras analog dapat sebagai pangan alternatif pengganti beras yang biasa dikonsumsi sehari-hari.

Apa bedanya beras analog dengan beras biasa ? Beras analog memiliki bentuk menyerupai butiran beras padi sehingga secara psikologis kita merasa seperti makan nasi biasa saat mengkonsumsinya. Rasa dan cara memasak beras analog juga tidak jauh berbeda dari beras biasa.

Beras Analog dibuat di industri dengan memanfaatkan bahan-bahan pangan sumber karbohidrat yang tumbuh melimpah di Indonesia seperti jagung, ubi kayu, ubi jalar, talas, garut, ganyong, hotong, sorgum, sagu aren, sukun, dan lainnya. Beras analog warnanya tidak seputih beras asal padi, namun lebih tanah lama sehingga tidak cepat kutuan, dan tidak perlu dicuci saat akan dimasak.

Dari sisi kesehatan, beras ini sangat cocok untuk penderita diabetes karena memiliki kandungan indeks glikemik yang umumnya lebih rendah dibandingkan beras dari padi. Kandungan gizi dan komposisi bahannya dapat disesuaikan dengan bahan bakunya, karena beras analog memiliki nutrisi yang menyerupai sumber pangannya. Contoh, sagu mengandung amilopektin yang bisa memberikan energi yang mudah dicerna dan tersedia dengan cepat untuk mengisi kembali otot. Jagung mengandung provitamin A dan beta karoten yang berperan sebagai antioksidan alami. Kandungan antioksidan tersebut dianggap mampu membantu meningkatkan kekebalan tubuh dan menangkal radikal bebas sehingga mencegah timbulnya penyakit.

Beras analog biasanya dibuat dari gabungan beberapa bahan makanan, tidak hanya dari sumber karbohirat saja, melainkan juga dari sumber protein, serat, dan vitamin. Sebagai sumber protein bisa digunakan kedelai, kacang merah, dan jenis kacang-kacangan lainnya. Untuk sumber vitamin, bisa digunakan buah-buahan, seperti pisang, buah merah, dan buah lainnya. Sumber serat bisa diperoleh dari penggunaan sayur-sayuran, dan lain sebagainya.

Penelitian telah banyak dilakukan untuk memperoleh formulasi kombinasi bahan makanan yang cocok untuk membuat beras analog sesuai dengan kebutuhan gizi dan Kesehatan. Diantaranya, Universitas Sam Ratulangi (2015), membuat beras analog dengan kombinasi tepung ibu kayu, tepung pisang goroho, dan sagu, Universitas Cendrawasih (2018) menggabungkan sagu, buah merah, daun kelor, sementara Universitas Diponegoro (2019) menggunakan campuran jagung, talas dan singkong. Dengan beragamnya kombinasi bahan makanan sebagai formulasinya dan kandungan nutrisi dalam beras analog, membuat konsumen dapat memilih jenis beras analog yang sesuai dengan kebutuhan gizi dan kesehatannya.

Cara memasak beras analog tidak berbeda dengan beras biasa. Cuci beras analog sekali saja dengan air bersih, tidak perlu dicuci atau digosok agar tidak mudah lembek. Masukkan ke dalam rice cooker, kemudian tambahkan air dengan perbandingan antara beras analog dan air yaitu 1:1. Aduk beras sekali, kemudian masak hingga matang.

Walaupun sampai saat ini masih sulit untuk meyakinkan masyarakat agar mau beralih mengkonsumsi beras analog, namun beras analog memiliki potensi besar untuk mengurangi ketergantungan konsumsi masyarakat terhadap beras sebagai bahan makanan pokok. Beras analog berpotensi juga dikembangkan sebagai pangan fungsional, jika dilihat dari zat nutrisi yang dikandungnya. Pangan fungsional adalah pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen fungsional, yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu, tidak membahayakan dan bermanfaat bagi Kesehatan (BPOM, 2005).

Saat ini, orang yang mengkonsumsi beras analog bisa dikatakan adalah mereka yang sadar akan pola hidup sehat atau mengidap penyakit tertentu yang mengharuskan mereka tidak mengkonsumsi beras biasa.

Harga beras analog djual dengan harga yang beragam, namun memang masih lebih mahal dari beras biasa. Contoh, beras analog jagung 800 gram dijual dengan harga kurang lebih Rp33.000. Jika anda memiliki dana yang cukup, tidak ada salahnya anda mencoba beralih atau paling tidak mengskonsumsi beras analog selang seling dengan beras biasa. Anda bisa menemukan beras analog dengan mudah 

SOLUSI EFEKTIF PEROLEH BENIH PERKEBUNAN BERKUALITAS MELALUI APLIKASI BANK BENIH PERKEBUNAN (BABE BUN)

 


Komoditas perkebuanan merupakan komoditas yang spesifik karena merupakan tanaman yang membutuhkan jangka waktu lama untuk mendpatkan hasil disamping  itu mempunyai resiko yang cukup tinggi apa bila menggunakan benih yang tidak berkualitas dan tidak berlabel maka dalam segi jumlah dan kualitas kurang memberikan hasil yang maksial sehingga akan merugikan petani. Benih dan bibit memiliki kontribusi yang sangat signifikan terhadap keberhasilan pengembangan perkebunan, dengan benih dan bibit yang berkualitas akan meningkatkan produksi dan pendapatan petani bahkan dapat memenuhi standar ekspor ke negara-negara lain. Namun kenyataannya di  negara kita masih terdapat kelangkaan benih dari sisi jumlah dan kualitas karena beberapa permasalahan besar pada produsen benih/ bibit antara lain : masih terdapat benih/ bibit yang bervariasi karena adanya perbedaan pengetahuan dan keahlian sarana pembibitan, belum semua produsen benih memahami ketentuan perbenihan sehingga masih sering terjadi penyebaran benih tidak sesuai ketentuan dan sebagian besar produsen benih perkebunan mengandalkan pasar pengadaan pemerintah, hal ini dampak belum tumbuhnya kesadaran masyarakat dalam penggunaan benih bermutu.

Dalam rangka menjagga kecukupan dan kualitas benih dan bibit perkebunan, telah diterbitkan beberapa peraturan dan perundangan untuk mengatur tentang perbenihan dan pembibitan seperti peraturan terbaru pada Undang-Undang No. 22 Tahun 2019 Tentang Sistem Pertanian Budidaya Berkelanjutan (Bab V tentang Perbenihan dan Perbibitan Pasal 25-39) dan Keputusan Menteri Pertanian tentang Produksi, Sertifikasi, Peredaran dan Pengawasan Benih Tanaman (sementara 33 komoditi) serta peraturan dan perundangan dan peraturan lainnya. Kebutuhan benih dan bibit tanaman perkebunan berasal dari peremajaan, rehabilitasi, dan ekstensifkasi yang berasal dari : APBN ( Dit Budidaya Ditjen BUN) dan Kementerian dan Lembaga lain, APBD ( APBD I dan II), Swasta, Swadaya ( petani, Poktan, Pekebun, Lembaga  Masyarakat) dimana untuk mendapatkan benih/ bibit perlu menginformasikan dan menyampaikan kebutuhan benih T-1 ke Ditjenbun c.q Dirat Perbenihan Perkebunan.

Peran benih unggul bermutu bersertifikat sangat penting karena dapat mempengaruhi produksi usaha perkebunan untuk itu para pekebun sangat penting perlu mengetahui penggunaan benih/ bibit unggul bermutu bersertifikat agar tidak menyebabkan kerugian, baik waktu, tenaga, maupun biaya. Benih yang tidak bermutu akan menyebabkan produktivitas perkebunan rendah maka dari itu perlu dilakukan langkah-langkah strategis dalam mendorong penggunaan benih bermutu. Agar upaya penyediaan benih/ bibit berjalan baik, tepat waktu, tepat harga, tepat varietas, maka perlu dipetakan kembali lokasi sumber benih, lokasi produsen, dan pekebun dalam sebuah ekosistem bisnis.

Dalam rangka memfasilitasi peta dan pola penyediaan benih perkebunan non APBN Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Perkebunan mencetuskan dan segera melaunching program Bank Benih Perkebunan (BABE BUN) guna memperkuat pembangunan logistik benih komoditas perkebunan dalam negeri hingga mewujudkan akselerasi peningkatan produksi dan ekspor. Program terobosan ini berbasis kolaborasi, partisipasi dan solidaritas dengan stakeholder terkait, dimana pelaku usaha perkebunan untuk berpatisipasi secara aktif mengalokasikan keuntunganya untuk penyediaan benih. "BABE BUN” adalah sebuah wadah logistik benih perkebunan nasional yang tidak mengandalkan dan membebani APBN sementara kebutuhan benih/ bibit sangat besar, sangat tidak mungkin jika diwujudkan dari dana APBN sepenuhnya, sementara dana APBN terbatas. Sehingga penyediaan benihnya bersumber dari pelaku usaha perkebunan yang merupakan mitra Kementerian Pertanian diwajibkan untuk mengalokasikan sharing profit atau dari dana CSR yang nilainya tidak begitu berat, yakni 1 persen untuk kegiatan pembibitan sebagai stok benih yang dimiliki BaBe Bun. Hadirnya BaBe Bun ini pun mewajibkan setiap pelaku usaha mitra harus memiliki nursery perbenihan, sehingga tidak lagi mengandalkan APBN.

"BaBe Bun adalah terobosan untuk mencari sumber-sumber pendanaan penyediaan benih nasional selain APBN seperti dana CSR, investasi swasta, dana desa, pengembangan hutan kemasyarakatan, kegiatan reklamasi dan sumber dana lainnya. Untuk membangun Babe Bun, Direktorat Jenderal Perkebunan membangun harmoni dan sinkronisasi dengan para pelaku usaha. Pengembangan perkebunan melalui perbaikan logistik perbenihan harus dilakukan dengan rencana aksi pembangunan perkebunan yang sistematis terarah dan berkelanjutan dengan mengajak dan membuka ruang selebar-lebarnya bagi pelaku usaha perkebunan, perusahaan swasta maupun masyarakat luas yang ingin turut berkontribusi membangun perkebunan melalui Babe Bun. Bank Perbenihan Perkebunan Mendukung Perkebunan Partisipatif (PASTI) : PSR, CSR, KELEMBAGAAN, NURSERY, EKSPOR.

Informasi dalam Aplikasi BABEBUN di input oleh seorang Admin Direktorat Perbenihan Perkebunan Direktorat Jenderal Perkebunan    Kementerian Pertanian:    a. Melakukan input data target penyediaan benih tanaman kakao dan kelapa melalui pembiayaan non APBN; b. Informasi meliputi lokasi (Provinsi dan Kabupaten) serta Luas tanaman tua/rusak/tidak menghasilkan, kebutuhan benih per ha; total kebutuhan benih, potensi kebun sumber benih (sesuai hasil penetapan), potensi produksi benih siap tanam; c. Informasi produsen benih kakao dan kelapa; d. Informasi meliputi: nama produsen, alamat, ketersediaan benih (TW I, II, III dan IV); e. Informasi satuan biaya peremajaan/rehabilitasi komoditas kelapa dan kakao; f. Informasi rumah tangga penerima bantuan benih; dan g. Informasi budidaya kelapa yang baik dan benar.




MENGENAL BERAS ANALOG SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI BERAS BIASA

  Tidak dapat dipungkiri, mayoritas masyarakat Indonesia masih menjadikan beras sebagai primadona sebagai makanan pokok. Masyarakat Indonesi...