Tidak dapat dipungkiri, mayoritas masyarakat
Indonesia masih menjadikan beras sebagai primadona sebagai makanan pokok.
Masyarakat Indonesia kebanyakan masih memiliki pemikiran belum makan apabila
belum makan nasi. Hal ini membuat program diversifikasi pangan yang telah
dijalankan sejak tahun 1975, atau hampir 5 dekade sampai saat ini belum tampak
nyata hasilnya.
Ketergantungan
ini membuat kuantitas kebutuhan beras Indonesia semakin meningkat seiring
dengan bertambahnya jumlah penduduk. Berdasarkan data dari BPS, konsumsi beras
penduduk Indonesia rata-rata 1,57 kg per orang per minggu di tahun 2017, turun
dari 1,67 kg/kapita/minggu di tahun 2016. Konsumsi beras ini terus menurun
sampai 1,374 kg/kapita/minggu di tahun 2019. Namun, ketika pandemik melanda,
konsumsi beras naik ke 1,369 kg/kapita/minggu, dan terus bertambah menjadi
1,451 kg/kapita/minggu di tahun 2022.
Meskipun
Pemerintah telah lama menggaungkan program diversifikasi pangan, namun
kebutuhan masyarakat terhadap beras sebagai pangan pokok masih sulit
tergantikan. Selama ini, olahan pangan non beras hanya sebagai tepung,untuk
diolah menjadi panganan, kue atau jajanan. Belum ada upaya serius yang nyata
untuk membuat olahan pangan non beras menjadi makanan makanan pokok pengganti beras.
Padahal, Indonesia kaya akan sumber karbohidrat lain yang tidak kalah lezat dan
kaya manfaat. Pemerintah juga mencanangkan program gizi seimbang, yaitu
mengkonsumsi pangan beragam tidak pada satu jenis atau bahan pangan tertentu
saja.
Terdapat
beberapa alasan mengapa program diversifikasi pangan belum berjalan sesuai
harapan. Diantaranya karena citarasa nasi yang dianggap enak meskipun tanpa
lauk, mudah dalam pengolahannya, dan yang terpenting beras banyak tersedia
dengan harga yang cukup stabil.
Untuk
membuat upaya yang serius mencari alternatif pangan pokok pengganti beras,
dibutuhkan suatu produk olahan yang memiliki karakteristik seperti beras (sifat
dan tekstur), sehingga dapat menjadi alternatif makanan pokok tanpa membuat
perubahan besar dalam tradisi makan masyarakat.
Salah
satu hasil penelitian mencari alternatif pangan pokok selain beras adalah
membuat beras analog. Pengembangan beras analog merupakan salah satu usaha
untuk mendukung program diversifikasi pangan masyarakat. Istilah beras analog
mungkin masih terdengar asing di telinga banyak orang. Beras analog adalah
beras yang diolah dari bahan non-padi yang memiliki kandungan karbohidrat
hampir sama atau lebih dari beras. Dengan demikian, beras analog dapat sebagai
pangan alternatif pengganti beras yang biasa dikonsumsi sehari-hari.
Apa
bedanya beras analog dengan beras biasa ? Beras analog memiliki bentuk
menyerupai butiran beras padi sehingga secara psikologis kita merasa seperti
makan nasi biasa saat mengkonsumsinya. Rasa dan cara memasak beras analog juga
tidak jauh berbeda dari beras biasa.
Beras
Analog dibuat di industri dengan memanfaatkan bahan-bahan pangan sumber
karbohidrat yang tumbuh melimpah di Indonesia seperti jagung, ubi kayu, ubi
jalar, talas, garut, ganyong, hotong, sorgum, sagu aren, sukun, dan lainnya.
Beras analog warnanya tidak seputih beras asal padi, namun lebih tanah lama
sehingga tidak cepat kutuan, dan tidak perlu dicuci saat akan dimasak.
Dari
sisi kesehatan, beras ini sangat cocok untuk penderita diabetes karena memiliki
kandungan indeks glikemik yang umumnya lebih rendah dibandingkan beras dari
padi. Kandungan gizi dan komposisi bahannya dapat disesuaikan dengan bahan
bakunya, karena beras analog memiliki nutrisi yang menyerupai sumber pangannya.
Contoh, sagu mengandung amilopektin yang bisa memberikan energi yang mudah
dicerna dan tersedia dengan cepat untuk mengisi kembali otot. Jagung mengandung
provitamin A dan beta karoten yang berperan sebagai antioksidan alami.
Kandungan antioksidan tersebut dianggap mampu membantu meningkatkan kekebalan
tubuh dan menangkal radikal bebas sehingga mencegah timbulnya penyakit.
Beras
analog biasanya dibuat dari gabungan beberapa bahan makanan, tidak hanya dari
sumber karbohirat saja, melainkan juga dari sumber protein, serat, dan vitamin.
Sebagai sumber protein bisa digunakan kedelai, kacang merah, dan jenis
kacang-kacangan lainnya. Untuk sumber vitamin, bisa digunakan buah-buahan,
seperti pisang, buah merah, dan buah lainnya. Sumber serat bisa diperoleh dari
penggunaan sayur-sayuran, dan lain sebagainya.
Penelitian
telah banyak dilakukan untuk memperoleh formulasi kombinasi bahan makanan yang
cocok untuk membuat beras analog sesuai dengan kebutuhan gizi dan Kesehatan.
Diantaranya, Universitas Sam Ratulangi (2015), membuat beras analog dengan
kombinasi tepung ibu kayu, tepung pisang goroho, dan sagu, Universitas
Cendrawasih (2018) menggabungkan sagu, buah merah, daun kelor, sementara
Universitas Diponegoro (2019) menggunakan campuran jagung, talas dan singkong.
Dengan beragamnya kombinasi bahan makanan sebagai formulasinya dan kandungan nutrisi
dalam beras analog, membuat konsumen dapat memilih jenis beras analog yang
sesuai dengan kebutuhan gizi dan kesehatannya.
Cara
memasak beras analog tidak berbeda dengan beras biasa. Cuci beras analog sekali
saja dengan air bersih, tidak perlu dicuci atau digosok agar tidak mudah
lembek. Masukkan ke dalam rice cooker, kemudian tambahkan air dengan
perbandingan antara beras analog dan air yaitu 1:1. Aduk beras sekali, kemudian
masak hingga matang.
Walaupun
sampai saat ini masih sulit untuk meyakinkan masyarakat agar mau beralih
mengkonsumsi beras analog, namun beras analog memiliki potensi besar untuk
mengurangi ketergantungan konsumsi masyarakat terhadap beras sebagai bahan
makanan pokok. Beras analog berpotensi juga dikembangkan sebagai pangan fungsional,
jika dilihat dari zat nutrisi yang dikandungnya. Pangan fungsional adalah
pangan olahan yang mengandung satu atau lebih komponen fungsional, yang
berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu, tidak
membahayakan dan bermanfaat bagi Kesehatan (BPOM, 2005).
Saat
ini, orang yang mengkonsumsi beras analog bisa dikatakan adalah mereka yang
sadar akan pola hidup sehat atau mengidap penyakit tertentu yang mengharuskan
mereka tidak mengkonsumsi beras biasa.
Harga beras analog djual dengan harga yang beragam, namun memang masih lebih mahal dari beras biasa. Contoh, beras analog jagung 800 gram dijual dengan harga kurang lebih Rp33.000. Jika anda memiliki dana yang cukup, tidak ada salahnya anda mencoba beralih atau paling tidak mengskonsumsi beras analog selang seling dengan beras biasa. Anda bisa menemukan beras analog dengan mudah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar